Keunggulan dari Negara Indonesia, Berdasarkan dari Budaya dan Sumber Daya Manusianya

index

Budaya Indonesia adalah budaya yang kokoh dan berakar kuat pada sejarahnya sendiri. Budaya Indonesia merupakan hasil proses kristalisasi dari berbagai macam budaya yang membentuknya, baik dari dalam negeri ini maupun dari luar. Baik itu agama/kepercayaan, juga bahasa, teknologi, (dari zaman purba sampai modern), yang masuk dan telah tersaring secara bijak oleh nilai-nilai luhur yang tumbuh di lahan kearifan lokal yang kita miliki, yang merupakan warisan nenek moyang.
Nilai-nilai dari bangsa lain yang gak cocok untuk tumbuh disini, secara alamiah akan ter-eliminasi.
Budaya Indonesia hakekatnya bagaikan berlian, yaitu sejenis batuan alam yang terbentuk selama ratusan bahkan ribuan tahun, sangat keras dan sangat sulit dihancurkan, namun memiliki kemewahan alamiah yang mampu memikat siapapun yang melihatnya.

Kalo bicara tentang budaya Indonesia, berarti kita berbicara tentang suatu karya budidaya manusia yang terentang puluhan bahkan mungkin ratusan abad. Jadi budaya Indonesia adalah budaya yang memiliki identitas yang kuat diantara budaya2 yang tumbuh di segala peradaban dunia dan memiliki keunikan dan ke-khas-an yang membedakan budaya indonesia berbeda dengan budaya bangsa lain.
China, Arab, India adalah sebagian bangsa yang ikut memberikan sumbangan/mempengaruhi dalam proses metamorfosis kebudayaan kita, namun ketika unsur2 itu masuk, unsur -unsur tadi tidak lantas menjadi pengaya kebudayaan yang berdiri sendiri, namun semua melebur dan berganti identitas setelah tersaring secara alamiah oleh nilai-nilai luhur yang kita miliki, menjadi satu identitas yaitu identitas yang kita kenal sebagai budaya Indonesia. Itulah yang membedakan kita dengan orang Malaysia, Singapore dan negara-negara serumpun lainnya.
Saat ini sangat sulit kita melihat sekat-sekat budaya itu secara jelas, namun disana sini kita masih dapat mengenali unsur2 sebagai komponen pembentuk dari ciri-cirinya, yang telah bercampur dengan berbagai unsur budaya.

Kalo sekarang kita merasakan pergeseran budaya yang sangat dahsyat yang membawa kita jauh dari identitas dan budaya asli kita, itu semata2 karena kita gak lagi melakukan filterasasi terhadap budaya asing secara bijak.
Bukankah abg kita lebih senang bergaya abg amerika yang katanya lebih modern, blak-blakan, spontan, dengan gaya egaliter yang kebablasan, dibandingkan menampilkan identitas abg indonesia yang santun, menghormati orang yang lebih tua, terutama orang tua dan guru, religius dll, karena hal-hal seperti telah dianggap usang dan gak sesuai dengan perkembangan jaman.
Begitu juga orang tua yang memberikan pendidikan kepada anak yang perlahan tapi pasti mengikis nilai-nilai tadi, juga para pendidik, pemerintah dan komponen lain bangsa ini tanpa sadar ikut memperbesar arus bandang kebudayaan dari luar.
Dulu di sekolah ada pelajaran budi pekerti, namun sekarang, berapa banyak anak yang berumur 25 tahun tau apa itu pelajaran budi pekerti.
Lalu kepada siapa tanggungjawab pendidikan akhlak itu diserahkan?
Tanggungjawab pendidikan akhlak dikembalikan kepada keluarga, kepada lingkungan habitat tempat anak itu tumbuh, yang celakanya merekapun juga sedang berasyik masyuk dengan budaya asing baik yang sehat maupun tidak, sehingga hasil pendidikannya pun bisa ditebak.
Kita gak lagi memakai nilai-nilai kearifan lokal untuk mefilter itu semua, karena sering kita mengatakan hal itu cuma hasil renungan, cuma hasil konsesus yang disusun secara kolektif dan gak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Jadi jangan heran kalo kita suatu saat tercengang dan tersadar karena kita menjumpai diri bukanlah diri kita yang sebenarnya.

Wujud Kebudayaan Daerah di Indonesia

  • Rumah Adat

Setiap daerah-daerah di Indonesia  memiliki bentuk rumah adat yang berbeda masing-masing daerahnya. Seperti Aceh dengan Rumah Krong Bade, Jawa Barat dengan Rumah Kesepuhan, Jakarta dengan Rumah Kebaya, Yogyakarta dengan Bangsal Kencono dan masih banyak lainnya.

  • Tarian

Tarian Indonesia mencerminkan keanekaragaman suku bangsa dan budaya Indonesia. Terdapat lebih dari 700 suku bangsa di Indonesia: dapat terlihat dari akar budaya bangsa Austronesia dan Melanesia, dipengaruhi oleh berbagai budaya negeri tetangga di Asia bahkan pengaruh barat yang diserap melalui kolonialisasi. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki tarian khasnya sendiri. Di Indonesia terdapat +/- 3000 tarian asli Indonesia. Tradisi kuno tarian dan drama dilestarikan di berbagai sanggar-sanggar dan sekolah seni tari yang dilindungi oleh piihak keraton atau akademi seni yang dijalankan pemerintah. Penggolongan tarian di Indonesia terbagi dalam beberapa kategori diantaranya kategori sejarah, kategori pelindung dan pendukungnya dan kategori tari rakyat. Berdasarkan tradisinya tarian Indonesia dibagi menjadi dua kelompok yaitu: tari tradisional dan tari kontemporer.

  • Lagu

Lagu daerah adalah lagu/music yang berasal dari suatu daerah tertentu dan menjadi populer dinyanyikan oleh rakyat daerah tersebut. Lagu daerah biasanya memiliki lirik sesuai dengan bahasa daerahnya masing-masing seperti Manuk Dadali dari Jawa Barat dan Rasa Sayange dari Maluku. Selain lagu daerah, Indonesia juga memiliki lagu nasional. Lagu Nasional adalah lagu yang ditetapkan secara resmi menjadi simbol suatu bangsa. Lagu Nasional Indonesia adalah Indonesia Raya yang di ciptakan oleh Wage Rudolf Soepratman.

  • Musik

Identitas musik Indonesia mulai terbentuk ketika budaya Zaman Perunggu bermigrasi ke Nusantara pada abad ketiga dan kedua Sebelum Masehi. Musik-musik suku tradisional Indonesia umumnya menggunakan instrument perkusi seperti gendang dan gong. Beberapa berkembang menjadi musik yang rumit dan berbeda-beda, seperti alat musik sasando dari Pulau Rote, angklung dari Jawa Barat, dan music orkestra gamelan yang kompleks dari Jawa dan Bali. Musik Indonesia sangat beragam dikarenakan oleh suku-suku di Indonesia yang bermacam-maca, sehingga dapat dikatakan seluruh 17.508 pulaunya memiliki budaya sendiri. Musik tradisional yang paling digemari adalah gamelan, angklung dan keroncong, sementara musik modern adalah musik pop dan dangdut.

  • Seni Gambar dan Seni Patung

Indonesia memiliki beberapa jenis seni gambar dan seni patung yang tidak dimiliki oleh Negara lain. Seni gambar ini diantaranya adalah seni gambar Wayang dari Jawa, seni gambar Tortor dari Sumatera Utara, seni patung Buto dari Jawa, seni patung Garuda Wisnu Kencana dari Bali, seni patung Asmat dari Papua dan lain-lainnya.

  • Pakaian Adat

Setiap daerah-daerah di Indonesia  memiliki pakaian adat yang berbeda masing-masing daerahnya. Seperti Kemben yang berasal dari Bali, Batik serta Kebaya yang berasal dari Jawa, Baju Koko dan Caping yang berasal dari Jakarta, dan masih banyak lainnya dari setiap daerah-daerah di Indonesia.

  • Seni Suara

Selain memiliki seni gambar dan seni patung yang khas, Indonesia juga mempunyai ragam seni suara yang tidak akan bisa di jumpai di belahan Negara manapun di dunia, seperti seni suara Sinden dari Jawa, seni suara Talibun dari Sumatera Utara dan seni suara Dikili dari Gorontalo.

  • Seni Sastra

Sastra Indonesia adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra di Asia Tenggara. Istilah “Indonesia” sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah politik di daerah tersebut. Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah kepulauan Indonesia.

  • Makanan

Masakan Indonesia merupakan pencerminan beragam budaya dan tradisi berasal dari kepulauan Nusantara yang terdiri dari sekitar 6.000 pulau dan memegang tempat penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum dan hampir seluruh masakan Indonesia kaya dengan bumbu yang berasal dari rempah-rempah seperti kemiri, cabai, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, kelapa dan gula aren dengan diikuti penggunaan teknik-teknik memasak menurut bahan dan tradisi adat yang terpengaruh oleh perdagangan yang berasal dari Negara lain seperti India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Eropa. Pada dasarnya tidak ada bentuk tunggal “Masakan Indonesia”, tetapi lebih kepada keanekaragaman masakan regional yang di pengaruhi secara lokal oleh Kebudayaan Indoonesia serta pengaruh asing. Sebagai contoh, beras yang diolah menjadi nasi putih, ketupat atau lontong (beras yang dikukus) sebagai makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia namun untuk bagian timur lebih umum dipergunakan juga jagung, sagu, singkong dan ubi jalar. Bentuk lanskap penyajiannya umumnya disajikan di sebagian besar makanan Indonesia berupa makanan pokok dengan lauk-pauk berupa daging, ikan atau sayur diisi ke sebuah piring atau mangkok.

  • Film

Era awal perfilman di Indonesia ini diawali dengan berdirinya bioskop pertama di Indonesia pada 5 Desember 1900 didaerah Tanah Abang, Batavia dengan nama “Gambar Idoep” yang menayangkan berbagai film bisu. Film bisu yang pertama kali dibuat di Indonesia berjudul “Loetoeng Kasaroeng” pada tahun 1926 yang dibuat oleh sutradara Belanda G.Kruger dan L.Heuveldorp. Saat film ini dibuat dan dirilis, Negara Indonesia belum ada dan masih merupakan Hindia Belanda. Film ini dibuat dengan didukung oleh aktor lokal dari Perusahaan Film Jawa NV di Bandung dan muncul pertama kalinya pada di “Teater Elite and Majestic ” Bandung. Pada tahun 1980-an film “Catatan Si Boy” dan “Blok M” sangatlah terkenal di Indonesia. Selain film-film komersil, juga banyak lahir film-film nonkomersil di Indonesia dan mendapat tempat dihati para pencintanya seperti film yang berjudul “Pasir Berbisik” dan lain-lainnya.

  • Kelebihan Budaya Indonesia dibandingkan Budaya Amerika/negara Barat Lainnya

Negara kita memiliki keanekaragaman suku, agama dan budaya dalam kehidupan masyarakatnya dan keanekaragaman tersebut dapat kita satukan dalam kesatuan Bhineka Tunggal Ika. Dalam kehidupan bermasyarakat, tidak peduli dari suku dan etnis apa kita berasal. Di Indonesia kehidupan bermasyarakatnya sudah menjadi satu (Masyarakat Nusantara/Masyarakat Indonesia). Lain hal nya dengan Amerika yang masih kental dengan cara pandang masyarakatnya yang masih senang membedakan antara ras kulit hitam dan kulit putih.

Sudah tidak ada lagi pembeda di antara kita Masyarakat Indonesia dan kita patut bangga bahwa di dunia ini yang mengikuti semboyan kita adalah Negara Adikuasa Amerika Serikat dengan dengan semboyannya yaitu “E Pluribus Unum” yang mempunyai arti “Dari Banyak Menjadi Satu”. Kelebihan Budaya Indonesia dibandingkan Budaya Amerika dapat dilihat dari beberapa hal seperti berikut:

  • Seni

Indonesia memiliki lebih banyak ragam seni dibandingkan dengan Amerika. Keaneka ragaman seni di Indonesia meliputi seni patung, seni lukis, seni tari dan seni musik yang mampu melambangkan identitas Indonesia. Lain hal nya dengan Amerika yang tidak memiliki ciri khas kesenian yang benar-benar melambangkan negaranya tersebut.

  • Kuliner

Indonesia memiliki banyak ragam kuliner Nusantara. Kuliner Nusantara bersifat rendah lemak, lebih alami/non kimiawi dan banyak mengandung serat, menjadikan kuliner Nusantara jauh lebih sehat dan mempunyai nilai gizi yang lebih baik dibandingkan dengan kuliner Amerika yang lebih cenderung kepada makanan Fast Food yang kurang baik untuk kesehatan. Daging babi pun legal untuk dikonsumsi di Amerika, sedangkan pada faktanya daging babi tidak baik untuk dikonsumsi karena memicu masuknya cacing-cacing pita kedalam tubuh yang bisa berdampak sangat buruk bagi yang menkonsumsi daging babi tersebut.

  • Gaya Hidup

Gaya hidup masyarakat Indonesia cenderung bermasyarakat, senang untuk dekat kepada keluarga ataupun teman-temannya. Sedangkan Masyarakat Amerika cenderung Individualis, mereka cenderung lebih senang hidup sendiri dan cenderung tidak peduli dengan orang lain.

  • Tata Krama

Dalam Hal tata krama masyarakat Indonesia bisa dikatakan lebih baik dibandingkan masyarakat Amerika. Contohnya dalam hal berpakaian, Indonesia meiliki ragam pakaian adat serta cara berpakaian yang tertutup dan terkesan lebih sopan dibandingkan dengan Amerika yang bebas dalam berpakaian, mereka memakai apapun dan dimanapun yang mereka inginkan, baik itu pakaian tertutup ataupun pakaian terbuka sekalipun.

  • Pergaulan

Pada umumnya orang-orang di Amerika lebih pandai bergaul, karena kepandaiannya bergaul pula disana mucul budaya “Free Sex” yang merupakan salah satu pemicu penyakit yang sangat mematikan yaitu HIV Aids. Beda dengan pergaulan di Indonesia, pergaulan di Indonesia lebih mengutamakan norma yang ada. Etika pergaulan di Indonesia tidak memperbolehkan seseorang untuk melakukan hubungan sex kepada orang yang bukan mukhrimnya.

 

source

Belajar dari Demo Sopir Taksi: Antara Uber, Grab, Blue Bird dan Kepentingan Konsumen

Perseteruan penyedia jasa angkutan taksi di Indonesia antara taksi konvensional dan moda transportasi ride-sharing berbasis online masih belum menemukan titik temu. Sebaga moda transportasi baru penolakan oleh taksi konvensional terhadap moda ride sharing ini sebenarnya juga terjadi di berbagai negara. Bahkan di Indonesia perseteruan ini juga diramaikan oleh moda transportasi roda dua, ojek vs gojek. Meski baik ojek konvensional maupun gojek sama-sama bukan moda transportasi legal (pemerintah tidak mengeluarkan plat nomor polisi kuning untuk kendaraan roda dua).

Perseteruan -yang salah satunya penyebabnya akibat ketidaktegasan pemerintah- ini terus mengkristal dan dalam skala yang lebih besar kemudian mewujud dalam bentuk demo yang cukup besar pada Selasa 22 Maret 2016. Ribuan sopir taksi resmi yang lantas diikuti sebagian sopir bajai dan KWK berdemo di beberapa tempat di Jakarta, antara lain di depan Gedung DPR/MPR, Balaikota DKI, Gedung Kemeninfo dan Istana Merdeka. Akibat aksi ini kemacetan di berbagai ruas jalan di Jakarta tak terhindarkan. Di beberapa tempat bahkan sempat terjadi aksi-aksi anarkis termasuk bentrokan dengan pengemudi ojek.

Alasan yang dikemukakan oleh para sopir taksi resmi konvensional terhadap Uber dan Grab adalah akibat berkurangnya penghasilan harian mereka sejak taksi berbasis aplikasi online ini beroperasi. Meski beberapa perwakilan mereka mengemukakan alasan yang lebih “formal” yaitu karena taksi online ini beroperasi tanpa izin sesuai peraturan yang berlaku.

Salah seorang aktifis Paguyuban Pengemudi Angkutan Darat (PPAD) di televisi mengatakan: “kami bukannya anti dengan kemajuan teknologi dan takut kalah bersaing, tapi tolong urus dulu perizinan resminya.”

Tulisan ini tidak bermaksud membahas soal aspek legal formal dari perseteruan itu. Biarlah soal itu menjadi bagian para pemangku kepentingan negara ini. Tulisan ini mencoba memotret akar persoalan dari sudut pandang seorang konsumen pengguna taksi.

Yang menarik dalam aksi demonstrasi penolakan kali ini sopir taksi dari perusahaan Blue Bird tampak mendominasi. Padahal biasanya Blue Bird lah sering mendapat penolakan oleh sopir-sopir dari perusahaan taksi lain saat mereka memulai operasinya di sebuah kota. Di Bandung misalnya pada tahun 2005 Blue Bird mendapatkan penolakan yang cukup keras dari sopir-sopir taksi yang sudah beroperasi duluan di Bandung. Bahkan sampai terjadi beberapa kasus pengrusakan taksi Blue Bird. Penolakan terhadap Blue Bird juga terjadi di kota-kota lain seperti di Batam (2012) dan yang terbaru di Makassar (2015). Padahal Blue Bird saat mengoperasikan armadanya di satu kota tentunya telah memiliki semua aspek legal formal yang dibutuhkan dari pemerintah.

Kalau mau jujur, sebenarnya terjadinya penolakan baik dalam kasus taksi resmi vs taksi online (Uber/Grab) atau taksi resmi vs Blue Bird, adalah saat zona nyaman sopir yang sudah lebih dulu ada terusik oleh kehadiran pesaing yang memberikan pelayanan yang lebih baik kepada konsumennya. Bukan rahasia lagi, tanpa hadirnya pesaing para sopir taksi terbiasa memberikan layanan yang tidak layak kepada konsumennya. Mulai dari sistem borongan dengan harga seenaknya, tidak mau menggunakan argo, atau menggunakan argo kuda, kendaraan tua yang tidak layak, AC tidak menyala dll.

Itu baru dari kelayakan dan kenyamanan taksi, belum lagi ada upaya monopoli oleh perusahaan taksi tertentu di tempat tertentu. Di Bandara Husen Sastranegara Bandung misalnya, sampai saat ini konsumen tidak punya keleluasaan memilih taksi sendiri karena taksi sudah ditentukan oleh pengelola bandara di sana dengan tarif sistem borongan tanpa argo. Dalam pengalaman saya yang lain, di sebuah hotel bintang lima di Bandung dan di Batam, pihak hotel tidak berani memanggil taksi berargo yang diinginkan tamunya dengan alasan untuk hotel tersebut sudah “dikuasai” satu perusahaan taksi yang mangkal di depan hotel. Memanggil taksi selain yang mangkal di depan hotel akan mengakibatkan penghadangan dari sopir yang “menguasai” hotel tersebut dan hotel tak berdaya mengatasinya. Terpaksalah saya harus menggunakan taksi yang ada tanpa argo yang harganya sudah mereka tentukan sendiri.

Karena itu, dari sisi konsumen, saat tidak ada pilihan lain, mau tidak mau, suka tidak suka, konsumen terpaksa harus menggunakan taksi yang tidak nyaman tersebut. Maka ketika pilihan untuk menggunakan taksi yang lebih nyaman tersedia, dengan sendirinya taksi yang bersikap seenaknya akan ditinggalkan oleh konsumen. Konsekuensinya jelas, taksi tersebut akan kalah bersaing dan tentu penghasilan sopirnya akan berkurang drastis. Itulah yang melatarbelakangi mengapa taksi Blue Bird selalu ditolak oleh taksi lain saat awal beroperasi di sebuah kota. Blue Bird adalah salah satu perusahaan yang terkenal disiplin menggunakan argo, sopirnya memakai seragam dan sopan dan didukung oleh armada kendaraan yang prima. Tidak heran meskipun argo mereka lebih mahal (tarif atas) banyak konsumen menjadikan Blue Bird sebagai pilihan utama mereka.

Zaman berubah, kini taksi konvensional terbaik pun mendapat penantangnya. Taksi berbasis aplikasi online menawarkan kemudahan dan kenyamanan yang lebih dibanding taksi konvensional. Pengalaman saya sebagai konsumen, menggunakan taksi online ini kemudahan terasa dari sejak melakukan pemesanan. Cukup mengklik aplikasi di smartphone, lalu bisa melihat apakah ada taksi yang tersedia di sekitar kita dan lakukan pemesanan. Setelah pemesanan terkonfirmasi kita sudah mendapatkan perkiraan harga yang harus dibayar dan bisa memantau pergerakan taksi secara real-time dengan teknologi GPS. Bandingkan dengan pemesanan taksi konvensional melalui telepon, berbagai kemudahan tadi tidak bisa didapatkan. Belum lagi soal harga yang jauh lebih murah.

Kembali ke aksi demonstrasi yang terjadi hari ini, menarik untuk menyimak ungkapan hati beberapa sopir taksi konvensional. Rata-rata mereka mengeluhkan soal periuk nasi mereka sebagai “orang kecil” yang terampas oleh kehadiran taksi online ini. Saya setuju dengan keluhan mereka, tetapi sekaligus timbul pertanyaan bukankah sopir taksi online juga adalah orang-orang kecil yang sama-sama berjuang mencari nafkah? Dalam beberapa kesempatan berbincang dengan sopir taksi online yang menurutnya sebelumnya pernah bekerja sebagai taksi konvensional rata-rata mereka mengatakan penghasilan mereka jauh lebih besar dibandingkan dengan penghasilan mereka saat masih bekerja di taksi konvensional. Sementara jika saya berbincang dengan sopir taksi konvensional, bahkan di tahun-tahun jauh sebelum taksi online hadir rata-rata mereka mengeluhkan tentang kecilnya penghasilan mereka karena kewajiban memenuhi target setoran. Hal itulah yang mendorong sebagian dari mereka tidak mau menggunakan argo dan menggunakan sistem borongan. Karena menurut mereka jika target setoran tidak terpenuhi mereka harus menombok kekurangannya.

Menjadi renungan menarik, sebenarnya dengan kehadiran taksi berbasis online ini, bukankah semua pihak jadi diuntungkan? Sopir diuntungkan karena penghasilan mereka lebih besar, konsumen lebih untung karena kemudahan dan kenyamanan (dan pilihan harga yang lebih kompetitif), dan pengusaha pun tetap mendapat keuntungan. Maka dengan mengingat win-win situation tadi sudah saatnya pemerintah sebagai regulator lebih bijak menyikapi kasus ini.

Di atas segalanya, harapan saya kepentingan sopir taksi dan konsumen harus menjadi fokus utama dalam pertimbangan pengambilan keputusan nantinya.

 

source (mediakonsumen.com)